Kamis, 03 Maret 2011

Walhi Diminta tak Halangi Pembangunan Jalan

Sat, Jan 22nd 2011, 09:03

SUBULUSSALAM - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) diminta tidak lagi mempermasalahkan rencana pemerintah untuk membangun ruas jalan tembus Gelombang (Kota Subulussalam) - Muara Situlen (Aceh Tenggara). Sebab, program tersebut semata untuk kepentingan masyarakat di kedua daerah yang bertetangga dan selama ini masih terisolir. Permintaah itu disampaikan Wali Kota Subulussalam, Merah Sakti, kepada Serambi, Kamis (20/1) di ruang kerjanya. Sakti mengatakan, dengan dibangunnya jalan tembus tersebut, bukan saja telah membebaskan daerah itu dari keterisolirannya, tentunya tanpa merusak hutan lindung TNGL. Tapi, secara sosial ekonomi menguntungkan masyarakat yang bertetangga. Dikatakan, selama ini masyarakat Kota Subulussalam maupun Aceh Tenggara kesulitan akibat kondisi kedua daerah tersebut yang masih terisolasi. Sebab masyarakat yang hendak menuju ke Kutacane haru menempuh perjalanan kea rah Sumatera Utara melalui Kutabuluh, Sidikalang atau Tiga Lingga, Kabupaten Tanah Karo yang waktunya mencapai tujuh jam. Padahal, andai saja jalan Gelombang-Muara Situlen tersebut sudah dapat dilalui maka jarak tempuh semakin pendek yaitu hanya dua jam perjalanan darat.

Karena itu, Sakti berharap agar ruas jalan yang menghubungkan Kota Subulussalam ke Kabupaten Aceh Tenggara sepanjang 110 kilometer itu bisa dibangun tahun ini. Mengenai kekhawatiran walhi maupun LSM pemerhati lingkungan karena dianggap dapat merusak lingkungan hidup terutama kawasan hutan lindung dan TNGL, Sakti mengatakan bisa dilakukan pengawasan. Bila penting, lanjut Sakti, pihak terkait membangun pos penjagaan di kawasan tersebut. Warga Subulussalam, Sapri Tinambunan mengatakan, pembangunan jalan Subulussalam-Kutacane sudah lama dinantikan masyarakat namun sampai sekarang selalu gagal. Sapri mengatakan, pada prinsipnya ruas tersebut telah ada sejak puluhan tahun lalu sehingga saat ini pemerintah tinggal meningkatkan melalui pengaspalan. Persoalan adanya ketakutan dari aktivis lingkungan hidup menurut Sapri tidak harus menggagalkan pembangunan tapi bisa melalui pengawasan. Malah, kata Sapri, dengan adanya jalan di tengah hutan TNGL itu, secara tidak angsung akan mempermudah petugas mengawasi dan memberikan perlindungan terhadap ancaman perambah hutan lindung tersebut.

Sapri memberi contoh, keperihatinan terhadap kecelakaan lalu lintas bukan berarti masyarakat dilarang membeli kendaraan atau mengendara tapi yang dilakukan adalah menerapkan aturan, memasang rambu lalu lintas serta menindak para pelanggarnya. Pun demikian dengan persoalan jalan yang dikuatirkan dapat merusak lingkungan. “Jadi kalau ada kekhawatiran bahwa pembangunan jalan merusak lingkungan, silakan diawasi, buat pos pemantauan di lokasi itu jangan cuma diam di Banda Aceh. Sebab menurut saya, tanpa jalan itupun kalau tidak ada pengawasan juga bisa saja dirusak. Jadi intinya, lakukan pengawasan, tangkap pelakunya kalau memang ada kasus tersebut,” tegas Sapri dan diamini warga lainnya. Seperti pemberitaan sebelumnya, rencana pembangunan ruas jalan tembus Gelombang (Kota Subulussalam) - Muara Situlen (Aceh Tenggara) tampaknya belum dapat terealisasi pada anggaran tahun 2011 lantaran terbentur dengan permasalahan lingkungan. Bahkan akibat hal ini, sebesar Rp 4 miliar dana dari Otonomi khusus (Otsus) tahun 2010 yang sejatinya dibangunkan untuk jalan tersebut gagal ditender.”Gara-gara masalah ini Rp 4 miliar dana otsus Subulussalam lenyap, yang rugi jelas masyarakat,” kata Kepala Bappeda, Kota Subulussalam, M Ridwan.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar