Senin, 28 Maret 2011

Tanaman Pisang di Jabi-Jabi Diserang Hama

Wed, Feb 16th 2011, 08:48

SUBULUSSALAM - Tanaman pisang kepok di Desa Jabi-Jabi, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, diserang hama penyakit. Penyakit itu muncul setelah sejak beberapa tahun lalu dan belum diketahui penyebabnya.

“Kami tidak tahu penyakit apa yang menyerang tanaman pisang di sini, buah dan isinya membusuk bahkan pohonnya juga membusuk,” terang Suka Lingga, Keuchik Desa Jabi-Jabi, kepada Serambi ketika berkunjung ke desanya tersebut dua hari lalu.

Akibat penyakit tersebut, para petani pisang di Desa Jabi-Jabi merugi dan mereka kini tidak lagi bersemangat untuk mengembangkan perkebunan pisang kepok. Padahal, sebelumnya dari 312 kepala keluarga yang bermukim di Desa Jabi-Jabi, menurut Suka Lingga ada 85 persen sebagai petani pisang.

Suka Lingga mengatakan, sebelum diserang hama, produksi pisang warganya mencapai 500 tandan atau tiga kendaraan L300 setiap harinya. Namun saat ini, produksi pisang warga paling banyak 200 tandan per minggu karena penyakit yang menyerang tanaman tersebut.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Erosi di Desa Jabi-Jabi Mencemaskan Warga

Mon, Feb 14th 2011, 08:27

SUBULUSSALAM - Pemerintah Kota Subulussalam diminta mengalokasikan dana untuk pembangunan bronjong pada tebing sungai di Desa Jabi-Jabi, Kecamatan Sultan Daulat. Pasalnya, tebing (lae) sungai Souraya yang mengalami erosi sepanjang satu kilometer semakin mencemaskan warga.

“Erosi semakin parah, bisa dilihat di sepanjang ini terlihat banyak tebing sungai yang terkikis dan longsor,” kata Suka Lingga, Kepala Desa Jabi-Jabi kepada Serambi kemarin. Menurut Suka Lingga, erosi yang mengakibatkan sungai Souraya kian lebar itu telah melenyapkan sebagian lahan perkampungan penduduk.

Bahkan, sekurangnya sudah mencapai 30 meter tanah yang terkikis erosi. Kondisi ini sangat rawan banjir dan longsor sehingga dikuatirkan terutama di sekitar perumahan penduduk. Suka Lingga mengaku telah pernah menyampaikan permohonan pembangunan bronjong secara tertulis kepada pemerintah namun sejauh ini belum ada tanggapan apapun.

Dikatakan, kalau abrasi sungai Souraya di Desa Jabi-Jabi dibiarkan terus terjadi tanpa penanganan yang serius dari pemerintah, maka dikhawatirkan akan terus menggerus kawasan permukiman warga. Karenanya, Suka Lingga dengan di dampingi belasan warga lainnya mendesak pemerintah agar segera memperhatikan kondisi tersebut. “Karena kalau surat kami sudah sangat sering mengajukan permohonan tapi sampai sekarang tidak ada hasilnya,” katanya.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Material Longsor di Badan Jalan belum Dibersihkan

Sat, Feb 12th 2011, 09:26

SUBULUSSALAM - Sepekan pascamusibah tanah longsor kondisi ruas jalan nasional di wilayah Desa Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam masih cukup rawan. Sebab, hingga saat ini material sisa longsor masih dibiarkan menumpuk di sebagian badan jalan dan sisi jalan terkait.”Tanah sisa longsor masih dibiarkan menumpuk di sisi jalan bahkan sebagian badan jalan masih tertimbun tanah, tidak ada perhatian dari instansi terkait,” keluh Kepala Desa Lae Ikan, Jhoni Bancin, kepada Serambi Kamis (10/2) kemarin.

Selain dikhawatirkan berbahaya pada musim hujan, belum dibersihkannya secara tuntas tanah sisa longsoran sangat dikeluhkan masyarakat karena cuaca panas menimbulkan debu. Akibatnya, saban hari ratusan masyarakat Lae Ikan menghirup debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan pernapasan. Bukan cuma tanah dan batu, beberapa batang kayu berukuran besar terlihat condong dan ditakutkan akan rubuh. Sementara potongan-potongan kayu kering juga belum seluruhnya buang dari badan jalan sehingga sangat beresiko bagi pengendara yang lintas di sana.

Seperti di jalan turunan Kedabuhan dan tikungan manis di perbatasan Desa Jontor - Lae Ikan, Subulussalam, tumpukan longsor sangat mengganggu pengendara. Tidak hanya itu, sepanjang jalan yang terkena longsor juga mengalamihal yang sama di mana badan jalan masih bertumpuk sisa longsoran dan beberapa titik diantaranya nyaris tanpa perantara dengan arus Lae Kombih. Akibatnya, lalu lintas terganggu bahkan di sejumlah titik jika selisih kenderaan, salah satu diantaranya harus berhenti untuk memberi ruang jalan.

Jhoni menyesalkan tidak adanya perhatian serius dari instansi terkait mengenai pembersihan tanah sisa longsor yang menimbun badan jalan nasional tersebut. Sementara di kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara yang berbatasan dengan Pemko Subulussalam kini mulai ditangani. Menurut Jhoni, kemarin alat berat daerah tersebut telah diturunkan menuntaskan pembersihan tanah sisa longsor dari badan jalan”Sementara di Pemko Subulussalam belum ada perhatian, tanah sisa longsor masih dibiarkan menimbun sebahagian badan jalan.kalau hujan turun sangat licin, pengendara harus ekstra hati-hati,” kata Jhoni.

Menurut Jhoni kalau kondisi ini tidak segera ditangani oleh pihak yang berkompeten, resiko kecelakaan bahkan bukan tidak mungkin korban bisa berjatuhan. Karenanya, Jhoni mendesak pihak pemerintah agar segera memperbaiki kondisi ini sebelum menimbulkan korban jiwa. Selain itu, kepala jembatan yang berada di jalan Nasional, Desa Tangga Besi, Kecamatan Simpang Kiri, Kota Subulussalamyang amblas beberapa hari lalu juga belum ditangani.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 22 Maret 2011

Tumpukan Material Longsor Ganggu Pengguna Jalan

Tue, Feb 8th 2011, 08:26

SUBULUSSALAM - Meskipun arus transportasi darat Aceh-Sumatera Utara (Sumut) melalui jalur barat-selatan dan sebaliknya, sudah mulai bisa dilalui, namun lalu lintas masih terganggu lantaran sejumlah material longsor belum sepenuhnya disingkirkan dari badan jalan. Pantauan Serambi Minggu (6/2) lalu, kondisi jalan sejak dari kawasan Kedabuhen hingga perbatasan Lae Ikan-Pakpak Bharat terdapat material longsor yang menumpuk pada badan jalan dan tergenangi air.

Para pengguna jalan yang melintas harus ekstra hati-hati sebab masih bertumpuknya material tanah longsor di badan jalan sangat mengkhawatirkan pengendara karena sewaktu-waktu dapat menimbun jalan terutama saat hujan turun. Tumpukan tanah longsor tampak menimbun sebahagian badan jalan. Masyarakat dan pengguna jalan menyesalkan instansi terkait Provinsi Aceh karena tidak serius menuntaskan pembersihan material tanah longsor yang sangat menganggu arus lalu lintas.

Padahal, jalur tersebut satu-satunya yang menghubungkan Aceh barat selatan menuju Medan Sumatera Utara. Sedangkan khusus di Desa Lae Ikan sisa-sisa serakan lumpur kini berubah menjadi debu setelah sehari terakhir cuaca panas terjadi di kawasan tersebut. “Jalan memang sudah dapat dilewati namun material longsor masih tertumpuk di sepanjang lokasi longsor sehingga mengganggu kelancaran transportasi, apalagi di perkampungan lumpurnya kini menjadi debu yang cukup menganggu,” kata Kepala Desa Lae Ikan, Jhoni Bancin.

Di sisi lain, Jhoni kembali mengutarakan harapan masyarakatnya agar Pemerintah Kota Subulussalam dan Pemerintah Aceh segera mengambil tindakan penyelamatan warga dari bencana longsor yang saban hari siap melanda dengan cara membangun box culvert di jalan nasional yang membentang di desanya. Selain itu, pemerintah juga didesak agar segera mengalokasikan dana untuk program relokasi terhadap rumah penduduk Desa Lae Ikan ke lokasi yang lebih aman.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 21 Maret 2011

Longsor ‘Kurung’ Barat-Selatan

* BMCK Aceh Koordinasi dengan PU Sumut
Sat, Feb 5th 2011, 11:46

SUBULUSSALAM - Transportasi darat Aceh-Sumatera Utara (Sumut), baik melalui jalur barat-selatan maupun jalur alternatif di lintas tengah semakin berisiko karena rawan longsor. Bahkan, di jalur selatan, hingga Jumat kemarin masih lumpuh karena titik longsor semakin banyak mulai dari Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam hingga Kecamatan Sitelu Tali Urang Jehe, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumut. Laporan yang dilansir serambinews.com, hingga Jumat (4/2), terdapat 35 titik longsor, dengan kondisi terparah di wilayah Pakpak Bharat, tepatnya di kawasan Desa Tanjung Mulia. Ratusan kendaraan berbagai jenis--termasuk truk pengangkut barang kebutuhan rakyat--terjebak di sekitar titik-titik longsor.

Seorang sopir truk barang yang rutin melayani jalur Sumut-Aceh, M Nasir Abu yang dikenal dengan panggilan Bang Gade kepada Serambi mengatakan, seharusnya kalau jalur selatan bermasalah, awak truk bisa saja mengalihkan lewat jalur Medan-Banda Aceh dan masuk ke barat-selatan melalui jalur Geumpang-Tutut. Tetapi, kata Gade, jalur Geumpang-Tutut juga semakin rawan dilewati karena badan jalan yang semakin sempit akibat digerus longsor. Sebenarnya, lanjut Gade, masih ada jalur lain bagi awak truk dari Medan untuk menuju barat-selatan Aceh yaitu lewat pesisir barat, tetapi itu pun sedang sangat bermasalah di lintasan Lamno-Calang. “Seperti tak ada lagi jalur aman untuk transportasi barang dari Medan ke Aceh. Kalau masalah ini tak segera diatasi, Aceh akan benar-benar terkurung,” kata Gade yang tadi malam sudah berada di Meulaboh, setelah truknya harus merenangi aliran sungai Lamdurian di Kecamatan Jaya, Lamno akibat jembatan Kartika masih rusak.

Ditangani darurat
Kadis Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh, Muhyan Yunan yang ditanyai Serambi terkait banyaknya longsor badan jalan di lintas Sumut-Subulussalam-Tapaktuan mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan PU Sumut untuk penanganan secepatnya. Muhyan mengatakan, menurut laporan dari PU Kota Subulussalam dan Tim Pemantau Jalan Lintas Subulussalam-Tapaktuan dari Dinas BMCK Aceh, badan jalan yang longsor umumnya berada di perbukitan. Jumlahnya mencapai 20 lokasi dan kondisi terparah di Desa Lae Ikan, Kota Subulussalam dan Batu Itam, Aceh Selatan.

Longsor di Lae Ikan, kata Muhyan, sudah ditangani PU Kota Subulussalam dan sudah bisa dilalui truk barang dan bus penumpang umum. Begitu juga di Batu Itam, sudah ditangani secara darurat oleh PU setempat bersama Dinas BMCK Aceh. “Arus transportasi barang dan orang dari Subulussalam-Tapaktuan sudah normal dengan perjalanan yang sangat hati-hati,” ujar Muhyan. Di lokasi longsor, badan jalan yang ditangani secara darurat ditempatkan aparat keamanan untuk mengatur dan menuntun truk-truk barang maupun bus penumpang supaya hati-hati karena badan jalan yang tersisa sekitar dua meter. “Untuk badan jalan yang tersisa dua meter akan dilebarkan ke arah tebing gunung hingga mencapai empat. Itu baru bisa dilakukan Senin depan, menunggu masuknya alat berat yang mampu mengeruk dinding gunung dan bukit yang banyak batunya,” kata Muhyan.

13 rumah rusak
Dampak longsor di kawasan Kota Subulussalam bukan saja melumpuhkan transportasi darat Sumut-Aceh tetapi juga telah merusak sedikitnya 13 unit rumah di Desa Lae Ikan. Dari jumlah itu, sembilan unit rusak berat dan empat lainnya rusak ringan. “Ada lima kepala keluarga yang harus mengungsi karena tempat tinggal mereka tak bisa dihuni lagi,” kata Kepala Desa Lae Ikan, Jhoni Bancin. Kelima kepala keluarga korban longsor yang harus mengungsi masing-masing Heldri Bako, Mariyah Bru Bancin, Masniyah Bru Solin, Dumarah Bru Jabat, dan Maroko Capah.

Menurut pendataan pihak desa, sembilan rumah yang rusak masing-masing milik Rentang Bru Bancin, Heldri Bako, Mariyah Bru Bancin, Masniyah Bru Solin, Dumarah Bru Jabat, Maroko Capah, Surpe Masda, H Sehat Brutu, dan Jamariyah Bancin. Pemko Subulussalam sudah menyalurkan bantuan masa panik. Sedangkan PMI menyalurkan bantuan perlengkapan kesehatan 48 paket, selimut 40 lembar, genset serta beko sorong. Bantuan diserahkan Ketua PMI Subulussalam, Bakhtiar HS kepada Kepala Desa Lae Ikan, Jhoni Bancin. Pada Maret 2010, Desa Lae Ikan juga diterjang banjir dan longsor, bahkan pada musibah itu merenggut dua korban jiwa yang merupakan pasangan suami istri.

Tak ada perhatian
Kepala Desa Lae Ikan mengeluhkan tidak adanya perhatian Pemerintah Aceh terkait penanganan box culvert di jalan nasional, lokasi longsor. Box culvert tersebut menjadi penyebab longsor karena kerap tersumbat hingga membuat air melimpah dan meluap ke permukiman penduduk. “Pemukiman tergenang air bercampur lumpur. Penyebabnya itu-itu juga, tetapi tak pernah ada perhatian. Tak ubahnya keledai yang terperosok ke lubang yang sama,” katanya. “Mengenai janji relokasi rumah penduduk, juga tak pernah terealisasi,” lanjut Jhoni Bancin.(kh/nas/her)

Sumber : Serambinews.com

Jumat, 18 Maret 2011

Jalur Aceh-Medan Kembali Lumpuh

Fri, Feb 4th 2011, 12:23

SUBULUSSALAM - Jalur Aceh bagian pantai barat selatan menuju Medan juga sebaliknya kembali lumpuh akibat memburuknya bekas longsor di Desa Tanjung Mulia, Kecamatan Sitelu Tali Urang Jehe, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara, Jum'at (4/2/2011). Akibatnya, ratusan kendaraan dari dan menuju Medan terlibat antrean panjang.

Berdasarkan catatan Serambinews.com, sedikitnya ada 35 titik badan jalan sejak dari Lae Ikan hingga Pakpak Bharat yang longsor. Dari jumlah tersebut, longsor terparah terjadi di wilayah Pakpak Bharat tepatnya Desa Tanjung Mulia. Sementara di Desa Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam, sebanyak kima kepala keluarga mengungsi ke rumah kerabat lantaran rumahnya rusak.

Kepala Desa Lae Ikan, Jhoni Bancin mengatakan, akibat longsor tersebut, sedikitnya sembilan unit rumah penduduk rusak berat dan empat lainnya rusak ringan. Sejauh ini pemko Subulussalam sudah menyalurkan bantuan masa panik. Bantuan selimat dan sejumlah keperluan pengungsi juga disalurkan kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Subulussalam. (Khalidin)

Sumber : Serambinews.com

Puluhan Titik Longsor, Lintas Aceh-Sumut Lumpuh Total

Fri, Feb 4th 2011, 09:04

SUBULUSSALAM - Puluhan titik longsor yang disebabkan derasnya hujan, telah melumpuhkan lintas Acah-Sumatera Utara (Sumut), sejak Rabu (2/2) sore. Longsor menutup badan jalan mulai dari Jontor, Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam hingga Kabupaten Pakpak Barat, Sumut.

Longsor terbesar dan terpanjang menimbun badan jalan terjadi di lima titik, masing-masing di Lae Ikan dua titik dan Lae Sere, Pakpak Barat tiga titik. Selain longsor badan jalan juga tertutup puluhan pohon yang tumbang melintang ke jalan. Selain karena hujan deras longsor diduga dipicu gundulnya hutan di samping jalan yang masuk dalam kawasan Pakpak Barat. “Kejadian longsor sebanyak ini baru pertama kali. Biasanya paling banyak tiga titik itu pun kecil,” kata salah seorang anggota TNI yang sedang membersihkan tumpukan longsor.

Dua alat berat yang dikerahkan dari Kota Subulussalam dan Kabupaten Pakpak Barat, belum berhasil membuka tumpukan tanah, batu dan pohon yang menghalangi jalan. Kondisi ini menyebabkan ratusan kendaraan besar kecil dari kedua arah terjebak sejak Rabu petang. “Saya sudah terjebak sejak tadi malam,” kata Adi salah seorang sopir angkutan Singkil-Medan, Kamis (3/2) pagi.

Pantauan Serambi hingga kemarin siang, timbunan longsor yang masuk dalam wilayah Kota Subulussalam hingga perbatasan Aceh-Sumatera sebanyak 20 titik sudah berhasil dibersihkan dengan menggunakan alat berat Dinas PU setempat. Sementara titik longsor di kawasan Lae Ikan dan Lae Sere yang cukup besar dipenuhi batang kayu dan batu belum tersentuh.

Tidak ada korban jiwa dalam musibah itu, namun beberapa rumah milik warga di wilayah bertetangga itu ada yang terkena tumpukan tanah. Bahkan karena derasnya hujan serta turunya lumpur beserta longsor membuat warga panik, hingga sempat mengungsi. Apalagi malam kemarin listrik di lokasi longsor padam, karena kabelnya berputusan tertimpa pohon yang terbawa longsor. Bongkahan tanah longsor baru dapat dibersih sekitar pukul 16.00 WIB. Ratusan kendaraan yang sempat terperangkap selama belasan jam kembali dapat melintas dengan akstra hati-hati.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 07 Maret 2011

APBK 2011 Subulussalam Rp 266 M

Sat, Jan 29th 2011, 10:02

SUBULUSSALAM - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota (APBK) Kota Subulussalam tahun 2011 sebesar Rp 266 miliar lebih disahkan menjadi APBK dalam rapat paripurna, Jumat kemarin. Dalam rapat itu Wali Kota Merah Sakti, dan Ketua DPRK Pianti Mala serta para wakil ketua menandatangani berkas berita acara pengesahan APBK tersebut. Ketua DPRK Subulussalam, Pianti Mala, mengaku kalau penyusunan RAPBK di sana mengalami perubahan ke arah penyempurnaan. Pianti pun mengingatkan agar jika terjadi perubahan tidak dilakukan sepihak, tetapi harus dikomunikasikan dengan DPRK. Selain itu, Pianti berharap agar TAPK segera meneruskan kepada Gubernur Aceh untuk dievaluasi sehingga APBK dapat segera dimanfaatkan untuk pembangunan daerah.

Sementara Wali Kota, Merah Sakti, dalam pidatonya memerintahkan para kepala dinasnya untuk lebih cekatan dalam menjalankan program. Selanjutnya, para pejabat di Kota Subulussalam diminta agar memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat dan Kota Subulussalam. Sakti juga mengingatkan pejabatnya untuk tidak berdiam diri, apalagi hanya berharap pada anggaran yang ada.”Tapi coba cari peluang anggaran dari provinsi atau pusat, jangan hanya menghabiskan APBK semata,” tegas Sakti. Dalam kesempatan itu, Sakti menyampaikan kalau Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kota Subulussalam diupayakan menjadi Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP), bukan UPTD sehingga operasional dan semua kebutuhan rumah sakit itu disubsidi langsung pusat. Pun demikian dengan Balai Latihan Kerja (BLK) yang untuk pengadaan peralatan dibutuhkan biaya sebesar Rp 20 milyar harus dapat ditingkatkan statusnya menjadi UPTP. Hadir dalam sidang itu, Kasdim Kodim 0109, Mayor Akhmat Sukran, Pabung Polres, mewakili Kejari, segenap Kepala SKPK dan sejumlah undangan.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Minggu, 06 Maret 2011

Warga Sultan Daulat Dambakan Air Bersih

Wed, Jan 26th 2011, 17:51

SUBULUSSALAM - Ribuan warga Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, mendambakan dibangunnya sarana air bersih di daerah mereka. Pasalnya, selama ini warga masih mengandalkan air sungai dan sumur untuk keperluan mandi, mencuci dan sebagainya (MCK), serta keperluan masak.

”Sampai saat ini belum ada sarana air bersih yang optimal bagi masyarakat,” ujar Sapri, warga Sultan Daulat, kepada Serambinews.com, Rabu (26/1/2011).

Pemerintah memang pernah membangun jaringan air bersih mulai dari Desa Gunung Bakti hingga Jambi Baru. Namun sampai sekarang belum dapat difungsikan. Kalaupun ada, hanya beberapa desa yang dibangun melalui dana PNPM Mandiri tahun 2010.

Camat Sultan Daulat, Baginda Nasution, membenarkan belum adanya jaringan air bersih yang representatif di wilayahnya, kecuali yang dibangun dari dana PNPM Mandiri di beberapa desa.(khalidin)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 03 Maret 2011

Aktivis Bantah Halangi Pembangunan Jalan

Sat, Jan 22nd 2011, 18:07

SUBULUSALAM - Aktivis lingkungan hidup membantah menghalangi program pembangunan jalan tembus Gelombang (Kota Subulussalam)–Muara Situlen (Aceh Tenggara), jika sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang ada.

Hal itu disampaikan, Bestari Raden aktivis lingkungan hidup dari LSM Rimueng Lam Kaluet (RLK) kepada Serambinews.com, Sabtu (22/1/2011) siang. Bestari mengatakan, sebelum proyek tersebut dilaksanakan seharusnya dibentuk sebuah tim terpadu dari Kementerian Kehutanan RI untuk meninjau jalan yang akan dibangun tersebut.

Dikatakan, tim ini akan mengkaji kelayakan rencana pembangunan jalan yang ditinjau dari berbagai aspek, seperti aspek ekologi dalam upaya menjaga kelestarian hutan, aspek pengembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat maupun dari segi sosial budaya dan keamanan wilayah.(khalidin)

Sumber : Serambinews.com

Pemko Subulussalam Akan Verifikasi Calon Penerima

Revitalisasi Perkebunan Rakyat
Sat, Jan 22nd 2011, 09:18

SUBULUSSALAM - Pemko Subulussalam diminta agar segera menindak lanjuti program revitalisasi perkebunan rakyat yang sebelumnya telah dicanangkan Pemerintah Aceh. Untuk itu, Pemko dalam waktu dekat ini akan segera membentuk tim guna melakukan verifikasi terhadap calon penerima kebun. Ketua Komisi B DPRK Subulussalam, Netap Ginting, menyebutkan, sesuai dengan janji Gubernur, Subulussalam mendapatkan jatah seluas 2.000 hektare dari total 41.200 hektare kebun yang akan direvitalisasi. Kebun-kebun tersebut diperuntukkan kepada korban konflik dan kaum duafa.

“Saya mengusulkan agar pemerintah setempat melalui dinas terkait memplot dana sharing. Bila penting, dinas juga membentuk tim yang akan menangani program revitalisasi ini,” katanya kepada Serambi, Rabu (19/1). Netap menuturkan, program revitalisasi itu sebenarnya telah pernah didorong oleh DPD Apkasindo Kota Subulussalam pada tahun 2007. Namun belum dapat di-gol-kan karena berbagai kendala. Berdasarkan inventarisir dan verifikasi Apkasindo, setidaknya ada 6.500 hektar atau 2.750 petani yang harus direvitalisasi. “Jadi, ini momen bagi Pemerintah Subulussalam dalam rangka mendorong peningkatan perekonomian rakyat di bidang perkebunan dan pertanian,” ucap Netap.

Wali Kota Subulussalam Merah Sakti yang ditanyai Kamis (20/1), menyatakan, pihaknya komit untuk mensejahterakan rakyat terutama para petani. Dalam menjalankan programtersebut, dia akan menurunkan tim terlebih dahulu untuk memverifikasi dan menginventarisir calon petani atau calon penerima bantuan. “Tujuannya agar para penerima manfaat benar-benar tepat sasaran alias tidak terjadi penerima bantuan ganda. Jangan sampai peneriman bantuan itu-itu saja, jadi kita harus verifikasi secara betul,” kata Sakti. Selain itu, Pemko Subulussalam juga harus meneliti terlebih dahulu zona-zona yang akan menjadi sasaran program serta komoditas yang akan direvitalisasi. Program revitalisasi akan disesuaikan dengan kecocokan kultur tanah dan topografi daerahnya.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Pemko Diminta Tindaklanjuti Revitalisasi Kebun Rakyat

Sat, Jan 22nd 2011, 09:02

SUBULUSSALAM - Pemerintah Kota (Pemko) Subulussalam diminta segera menindaklajuti program revitalisasi perkebunan rakyat di daerah tersebut sebagaimana telah dicanangkan Pemerintah Aceh yang dibuka Menteri BUMN, Mustafa Abubakar belum lama ini. Permintaan itu disampaikan ketua Komisi B DPRK Subulussalam, Netap Ginting, yang membidangi perkebunan dan pertanian kepada Serambi, Rabu (19/1) lalu. Menurut Netap, sesuai dengan janji Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, Kota Subulussalammen mendapat jatah seluas 2.000 dari 41.200 hektare program revitalisasi yang diperuntukkan bagi para korban konflik dan kaum dhuafa. Dalam hal ini, Netap yang juga Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Kota Subulussalam mengusulkan agar pemerintah setempat melalui dinas terkait memplot dana sharing. Bila penting, lanjut Netap, Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Subulussalam membentuk tim yang akan menangani program revitalisasi tersebut.

Netap menambahkan, program revitalisasi ini sebenarnya telah pernah didorong oleh DPD Apkasindo Kota Subulussalam pada tahun 2007 namun belum dapat digolkan karena berbagai kendala. Berdasarkan inventarisir dan verifikasi Apkasindo, setidaknya ada 6.500 hektare atau 2.750 petani yang harus direvitalisasi.”Jadi, ini momen bagi pemerintah Subulussalam dalam rangka mendorong peningkatan perekonomian rakyat di bidang perkebunan dan pertanian,” kata Netap. Menanggapi masalah tersebut, Wali Kota Subulussalam, Merah Sakti yang ditanyai Serambi, Kamis (20/1) menyatakan komitmennya untuk kesejahteraan rakyat terutama para petani. Namun, dalam menjalankan program tersebut, Wali Kota Sakti mengaku akan menurunkan tim terlebih dahulu guna untuk memverifikasi dan menginventarisir calon petani atau calon penerima bantuan. Tujuannya, agar para penerima manfaat benar-benar tepat sasaran alias tidak terjadi penerima bantuan ganda.”Jangan sampai peneriman bantuan itu-itu saja, jadi kita harus verifikasi secara betul,” kata Sakti.

Selain itu, Pemko Subulussalam menurut Sakti juga harus meneliti terlebih dahulu zona-zona yang paling akan menjadi sasaran program serta komoditas yang akan direvitalisasi. Karena bukan hanya komuditas kelapa sawit atau coklat yang direvitalisasi namun akan disesuaikan dengan kecocokan kultur tanah dan topografi daerahnya. Upaya tersebut, lanjut Sakti, agar program yang dilaksanakan tidak sia-sia.”Karena kalau tidak tepat bisa saja tanamannya diserang hama makanya harus kita sesuaikan apa yang paling tepat dikembangkan, kan bukan hanya kelapa sawit, bisa saja karet atau kakao,” urai Sakti. Seperti diketahui, acara penanaman perdana program revitalisasi perkebunan rakyat ini dipusatkan di Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara. Wilayah ini sebelumnya menjadi salah satu basis Gerakan Aceh Merdeka. Dalam program ini, tiga BUMN akan mengelola kebun milik rakyat serta menjadi penjamin kredit yang diterima oleh petani pemilik kebun dari BRI dan Bank Mandiri. Komoditas yang akan dikembangkan dalam program revitalisasi perkebunan rakyat ini adalah karet dan kelapa sawit.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Walhi Diminta tak Halangi Pembangunan Jalan

Sat, Jan 22nd 2011, 09:03

SUBULUSSALAM - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) diminta tidak lagi mempermasalahkan rencana pemerintah untuk membangun ruas jalan tembus Gelombang (Kota Subulussalam) - Muara Situlen (Aceh Tenggara). Sebab, program tersebut semata untuk kepentingan masyarakat di kedua daerah yang bertetangga dan selama ini masih terisolir. Permintaah itu disampaikan Wali Kota Subulussalam, Merah Sakti, kepada Serambi, Kamis (20/1) di ruang kerjanya. Sakti mengatakan, dengan dibangunnya jalan tembus tersebut, bukan saja telah membebaskan daerah itu dari keterisolirannya, tentunya tanpa merusak hutan lindung TNGL. Tapi, secara sosial ekonomi menguntungkan masyarakat yang bertetangga. Dikatakan, selama ini masyarakat Kota Subulussalam maupun Aceh Tenggara kesulitan akibat kondisi kedua daerah tersebut yang masih terisolasi. Sebab masyarakat yang hendak menuju ke Kutacane haru menempuh perjalanan kea rah Sumatera Utara melalui Kutabuluh, Sidikalang atau Tiga Lingga, Kabupaten Tanah Karo yang waktunya mencapai tujuh jam. Padahal, andai saja jalan Gelombang-Muara Situlen tersebut sudah dapat dilalui maka jarak tempuh semakin pendek yaitu hanya dua jam perjalanan darat.

Karena itu, Sakti berharap agar ruas jalan yang menghubungkan Kota Subulussalam ke Kabupaten Aceh Tenggara sepanjang 110 kilometer itu bisa dibangun tahun ini. Mengenai kekhawatiran walhi maupun LSM pemerhati lingkungan karena dianggap dapat merusak lingkungan hidup terutama kawasan hutan lindung dan TNGL, Sakti mengatakan bisa dilakukan pengawasan. Bila penting, lanjut Sakti, pihak terkait membangun pos penjagaan di kawasan tersebut. Warga Subulussalam, Sapri Tinambunan mengatakan, pembangunan jalan Subulussalam-Kutacane sudah lama dinantikan masyarakat namun sampai sekarang selalu gagal. Sapri mengatakan, pada prinsipnya ruas tersebut telah ada sejak puluhan tahun lalu sehingga saat ini pemerintah tinggal meningkatkan melalui pengaspalan. Persoalan adanya ketakutan dari aktivis lingkungan hidup menurut Sapri tidak harus menggagalkan pembangunan tapi bisa melalui pengawasan. Malah, kata Sapri, dengan adanya jalan di tengah hutan TNGL itu, secara tidak angsung akan mempermudah petugas mengawasi dan memberikan perlindungan terhadap ancaman perambah hutan lindung tersebut.

Sapri memberi contoh, keperihatinan terhadap kecelakaan lalu lintas bukan berarti masyarakat dilarang membeli kendaraan atau mengendara tapi yang dilakukan adalah menerapkan aturan, memasang rambu lalu lintas serta menindak para pelanggarnya. Pun demikian dengan persoalan jalan yang dikuatirkan dapat merusak lingkungan. “Jadi kalau ada kekhawatiran bahwa pembangunan jalan merusak lingkungan, silakan diawasi, buat pos pemantauan di lokasi itu jangan cuma diam di Banda Aceh. Sebab menurut saya, tanpa jalan itupun kalau tidak ada pengawasan juga bisa saja dirusak. Jadi intinya, lakukan pengawasan, tangkap pelakunya kalau memang ada kasus tersebut,” tegas Sapri dan diamini warga lainnya. Seperti pemberitaan sebelumnya, rencana pembangunan ruas jalan tembus Gelombang (Kota Subulussalam) - Muara Situlen (Aceh Tenggara) tampaknya belum dapat terealisasi pada anggaran tahun 2011 lantaran terbentur dengan permasalahan lingkungan. Bahkan akibat hal ini, sebesar Rp 4 miliar dana dari Otonomi khusus (Otsus) tahun 2010 yang sejatinya dibangunkan untuk jalan tersebut gagal ditender.”Gara-gara masalah ini Rp 4 miliar dana otsus Subulussalam lenyap, yang rugi jelas masyarakat,” kata Kepala Bappeda, Kota Subulussalam, M Ridwan.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Lintas Subulussalam-Kutacane Masih Terhambat

Thu, Jan 20th 2011, 08:49

SUBULUSSALAM - Rencana pembangunan ruas jalan tembus Gelombang (Kota Subulussalam)-Muara Situlen (Aceh Tenggara) tampaknya belum dapat terealisasi pada anggaran tahun 2011 lantaran terbentur dengan permasalahan lingkungan.

“Tampaknya masih ada hambatan lingkungan dengan Walhi,” kata Wali Kota Subulussalam, Merah Sakti saat dikonfirmasi Serambi Selasa (18/1) usai menandatangani kesepakatan KUA PPAS di gedung dewan setempat.

Ruas jalan yang menghubungkan Subulussalam-Aceh Tenggara sepanjang 110 kilometer itu dikabarkan akan melintasi hutan lindung Leuser sehingga mendapat protes dari pemerhati lingkungan. Karena itu, saat ini Pemerintah Kota Subulussalam melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan berupaya untuk mencari solusi seperti dengan meninjau ulang RTRW sehingga jalan yang sangat dibutuhkan oleh manusia tersebut dapat diwujudkan.

“Kemungkinan kita terbentur dengan pihak Walhi, makanya nanti akan kita cari celah seperti meninjau kembali RTRW melalui dinas perkebunan dan kehutanan,” tandas Merah Sakti yang didampingi Ketua Komisi B DPRK, Netap Ginting.

Seperti sering diberitakan, guna meningkatkan perekonomian masyarakat, Pemerintah Kota Subulussalam melalui dana APBA berencana membangun jalan tembus Subulussalam-Kutacane. Program tersebut sangat berdampak positif terhadap roda perekonomian masyarakat di kedua daerah.

Mengenai hal ini juga pernah dilontarkan oleh Kepala Badan Perencaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Ir Iskandar M.Sc. Namun, program ini ditentang oleh aktivis lingkungan hidup karena dinilai dapat merusak ekosistem di kawasan hutan lindung dan TNGL.

Di sisi lain, puluhan ribu masyarakat Kota Subulussalam dan Aceh Tenggara sangat mendambakan terealisasinya jalan tembus tersebut. Selama ini, satu-satunya jalan utama yang menghubungkan dua kabupaten bertetangga itu harus melewati Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Dairi atau Tiga Lingga, Kabanjahe) dengan jarak tempuh tujuh jam perjalanan.

Sementara apabila jalan Muara Situlen dibuka, maka jarak tempuh Subulussalam Kutacane hanya dua jam perjalanan darat. “Kalau jalan ini jadi dibangun akan sangat membantu perekonomian masyarakat dan kemajuan daerah. Perlu diketahui bahwa hajat hidup manusia lebih penting dibanding hewan,” tegas Sapri Tinambunan, warga Sultan Daulat.

Menurut Sapri, sebenarnya jalan tembus Subulussalam-Kutacane melalui desa Kampung Bakti itu hanya perlu diperluas saja, karena badan jalannya sudah ada. Jika program itu terwujud, Sapri menilai akan berdampak positif terhadap daerah khususnya Kecamatan Sultan Daulat yang akan menjadi daerah transit.

Selain jalur Subulussalam-Kutacane, sejumlah masyarakat setempat juga meminta pemerintah segera merealisasikan jalur Runding-Bulusema, Aceh Selatan dan Runding-Kuala Baru, Aceh Singkil. Kedua ruas tersebut telah lama direncanakan namun sampai sekarang terkatung-katung oleh berbagai masalah.(kh)

Sumber : Serambinews.com