Selasa, 07 Desember 2010

Wajib Belajar di Subulussalam belum Tercapai

Fri, Dec 3rd 2010, 11:52

SUBULUSSALAM - Pemerataan pendidikan atau wajib belajar dinilai masih belum tercapai di Kota Subulussalam, karena adanya anak usia sekolah yang disinyalir dieksploitasi oleh orang tuanya sebagai pekerja pemulung. Hal itu disampaikan, Drs Fazry Yunus M.Pd dalam acara sarasehan pendidikan yang digelar Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Kota Subulussalam, Selasa (30/11) lalu di Aula Setdako Subulussalam.

Fazry yang ditanyai mengenai, indikasi anak usia sekolah dieksploitasi menjadi pemulung mengatakan kalau fakta tersebut ditemukan langsung di lapangan. Mantan kepala Dinas Pendidikan Kota Subulussalam ini menyatakan menjumpai adanya kawanan anak usia sekolah yang saban hari mencari barang bekas. Fazry mengaku pernah menanyakan kenapa tidak sekolah.”Dan si anak itu bilang kalau setiap hari dia harus bisa mengumpulkan uang lima ribu rupiah untuk distorkan kepada orangtuanya. Ini bukan hanya satu orang, ada lagi teman-temannya yang berprofesi sama, ini adalah persoalan yang harus diatasi,” kata Fazry.

Menurut Fazry, kondisi anak usia sekolah yang harus bekerja mencari uang tidak hanya itu, di tempat lain sejumlah anak perempuan yang sejatinya masih bersekolah harus mencari uang dengan meminta-minta dan sebagainya. Realita tersebut, kata Fazry merupakan fakta namun mengapa masih “tutup mata”. Padahal, lanjut dia, undang-undang telah mengamanatkan menjamin pendidikan anak bangsa hingga usia 16 tahun. Bahkan dalam suatu undang-undang, Fazry menyatakan bahwa segala kebutuhan pendidikan anak yang tidak mampu ditanggung oleh pemerintah.

Kondisi tersebut, kata Fazry, harus menjadi perhatian pemerintah. Jangan sampai pemerintah “tutup mata”. Orang tua anak tersebut harus disadarkan. Sebab, menurut Fazry bisa saja anak-anak tersebut akan menjadi orang terbaik di negeri ini di masa mendatang. Namun terlepas dari masalah tersebut, pemerintah memang harus memperhatikan pendidikan anak bangsa di daerah ini. Selain itu, Fazry yang juga pernah menjabat Kepala Dinas Pendidikan Kabuapten Aceh SIngkil mengaku menemukan data tidak singkronnya lulusan SMP dengan yang masuk SMA.

Dikatakan, sering terjadi anak yang masuk SMA lebih sedikit dari pada yang lulus SMA. Kondisi serupa juga terjadi pada lulusan SD dengan yang masuk SMP. Hal ini, kata Fazry, menandakan adanya anak-anak yang lulusan SD atau SMP tidak melanjutkan pendidikannya alias menganggur atau putus sekolah.”Katakanlah ada yang masuk pesantren tapi kita bisa hitung jumlahnya, karena perbandingan yang lulus dengan yang melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi itu sangat jauh, misalnya lulusan SMP dua ribu sedangkan yang masuk SMA hanya 1500,” ujar Fazry.

Kondisi buram wajah pendidikan Subulussalam tersebut, menurut Fazry harus menjadi perhatian pemerintah karena dinilai pemerataan pendidikan di Subulussalam atau wajib belajar belum tercapai. Sebab dengan kondisi saat ini akan sangat sulit menyandang “Kota Pendidikan” sementara banyak anak-anak yang tidak terdidik. Bahasan fazry Yunus soal kondisi pemerataan pendidikan di Subulussalam ini sekaligus mematahkan penjelasan, Rusdy Hasan, Asisten I Setdako Subulussalam, yang menyatakan telah meratanya pendidikan di Kota Subulussalam di segala tingkatan. Sarasehan yang bertema “optimalisasi Peran serta Masyarakat Terhadap Peningkatan Kualitas Pendidikan Kota Subulussalam” itu juga menghadirkan Ketua Komisi D DPRK Subulussalam, Ansari Idrus Sambo. (kh)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar