Selasa, 12 Juli 2011

Puluhan Hektare Coklat di Sultan Daulat Diserang Hama

Tue, May 10th 2011, 08:34

SUBULUSSALAM - Puluhan hektare tanaman coklat (kakao) milik petani di Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam diserang hama sejenis jamur hingga membuat buah menghitam dan membusuk. Kondisi ini menyebabkan petani merugi lantaran hasil panen mereka menurun drastis.

“Sudah setahun lebih begini, buahnya yang belum tua tiba-tiba menghitam dan kalau dibiarkan bakal busuk,” kata Sabtuyah Pinem (37), petani kakao Desa Pasir Belo, yang ditemui Serambi, Minggu (8/7) lalu.

Sabtuyah yang ditemui ketika baru memanen buah kakaonya mengaku tidak tahu jenis hama yang menyerang tanamannya itu. Yang jelas, ibu lima anak ini, akibat serangan hama tersebut membuat produksi tanaman kakao petani merosot, karena hama tersebut membuat buah kakao petani menjadi rusak dan tidak layak untuk dipanen, apalagi dijual. Sabtuyah memiliki kebun kakao seluas seperempat hektar biasanya menghasilkan hingga 30 kilogram per minggu namun akibat serangan hama bisa menurun hingga delapan kilogram. Tak hanya buah, serangan hama bahkan telah membunuh enam batang pohon kakao milik Sabtuyah.

Akibat hasil panen yang tidak sesuai, Sabtuyah tidak mampu memupuk tanaman kakaonya. Hasil kebun katanya habis untuk biaya hidup mereka. Selain serangan hama, minimnya pengetahuan petani dalam pemeliharaan kebun kakao turut mempengaruhi hasil panen. Pasalnya, sebagaimana diakui Sabtuyah, dia tidak memahami berbagai tehnik perawatan kakao.

“Terus terang di desa ini tidak ada petani yang paham cara perawatan kakao, makanya andai saja dinas-dinas itu mau turun membina kami atau ada pelatihan akan sangat membantu kami dalam merawat kebun ini,” ujar Sabtuyah seraya menambahkan dirinya sama sekali tidak tahu jenis pestisida, untuk memberantas hama tersebut.

Keluhan hama kakao juga disampaikan Otong Ginting (45), Jamiah (50) Usia tanamannya yang sudah menginjak empat tahun belum dapat diandalkan karena hasil panen yang masih minim akibat serangan hama yang membuat busuk buah bahkan mematikan pohon. Dalam seminggu, Jamiah mengaku hanya dapat memanen 20 kilogram buah kakao kering. Kondisi serupa juga menyerang tanaman kakao petani di Desa Singgersing (Lae Raso) dan Jabi-Jabi. Namun berulangkali diberitakan tidak pernah ada tindak lanjut dari dinas dan instansi terkait. Bahkan akibat kondisi ini, sebagian petani ada yang berencana mengganti tanaman kakaonya dengan tanaman lain seperti kelapa sawit.

Pantauan Serambi yang turun ke perkebunan masyarakat yang berada di sepanjang sungai (lae) Souraya tampak penyakit ini sebagian besar menyerang buah yang masih muda sehingga membuat petani harus memetik dan membuangnya dengan harapan tidak akan menular ke buah lainnya.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTN) Kecamatan Sultan Daulat, Haji Dagok Kombih yang ikut menyaksikan kondisi kebun masyarakat mendesak pemerintah turun tangan guna mengatasi serangan hama. Menurut Dagok, serangan penyakit ini sangat merugikan petani yang selama ini mengandalkan kebun kakao sebagai mata pencarian.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Pembangunan Talud Sungai Souraya Mendesak

Mon, May 9th 2011, 08:44

SUBULUSSALAM - Pembangunan talud (beronjong) pada tebing sungai (lae) Souraya di empat desa dalam Kecamatan Runding, Kota Subulussalam yang terancam erosi dinilai mendesak.

“Ini kondisinya mendesak, harus segera dibangun beronjong atau taludnya, kalau dibiarkan maka perkampungan masyarakat bakal terancam,” kata Netap Ginting, anggota DPRK Subulussalam, kepada Serambi, Minggu (8/5) kemarin.

Keempat desa yang terancam erosi itu masing-masing, Lae Pemualen, Belukur Makmur, Muara Batu-Batu, dan Binanga. Netap meminta Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Provinsi Aceh maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh segera mengambil tindakan konkrit guna menalangi program pembangunan talud untuk pencegahan erosi yang melanda empat desa di Kecamatan Runding.

Apalagi, sebagaimana pengaku sejumlah tokoh masyarakat, ancaman erosi telah meruntuhkan belasan meter pekarangan rumah warga sehingga turut merusak sejumlah fasilitas umum.

Netap juga menyarankan, agar dinas terkait menggunakan dana tanggap darurat mengingat usulan warga merupakan kebutuhan yang mendesak. Sebab, desa yang berada di bantaran sungai Souraya itu setiap tahun menjadi langganan banjir sehingga dampak erosi cukup besar.

“Saya rasa karena kebutuhan ini sangat mendesak, bisa saja menggunakan dana tanggap darurat atau apalah namanya termasuk dana APBK, yang penting bisa dibangun, sebab ini merupakan kebutuhan masyarakat luas,” tandas Netap.

Seperti diberitakan sebelumnya, sedikitnya empat desa di Kecamatan Runding, Pemko Subulussalam saat ini terancam amblas ke sungai akibat erosi yang makin mengganas.

Darwis yang didampingi H Alimuddin Jabat mengatakan, gerusan aliran sungai (lae) Souraya yang membentang membelah Kecamatan Runding tidak hanya membahayakan rumah yang dihuni ribuan jiwa penduduk dan jalan, tapi sejumlah sarana umum seperti bangunan masjid. Bahkan, sudah belasan kuburan terpaksa dipindahkan lantaran terancam longsor. Selain itu, banjir yang saban tahun melanda daerah ini memperparah pinggiran sungai di sehingga banyak tebing-tebing longsor karena diterjang air banjir.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Pemko dan Pemkab Disarankan Temui Kemenhut

* Soal Jalan Tembus Subulussalam-Aceh Tenggara
Mon, May 9th 2011, 08:21

SUBULUSSALAM - Terkait pembangunan jalan tembus antara Gelombang (Kota Subulussalam) dengan Muara Situlen di Kutacane (Aceh Tenggara), Pemko Subulussalam dan Pemkab Aceh Tenggara (Agara) disarankan menemui pejabat di Kementerian Kehutan (Kemenhut) RI, karena jalan tembus tersebut akan melintasi hutan alam.

Saran itu disampaikan, aktivis lingkungan hidup, Bestari Raden melalui ponsel kepada Serambi, Minggu (8/5) menanggapi pemberitaan media ini sebelumnya.

Menurut Bestari, program pembangunan ruas jalan tembus Gelombang-Muara Situlen masih tersangkut undang-undang No 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

Bestari mengatakan, Pemko Subulussalam dan Pemkab Agara perlu menemui pejabat di Kemenhut untuk menyampaikan rencana pembangunan jalan tembus tersebut, karena jalan yang akan dibangun itu akan melewati kawasan hutan yang bisa jadi termasuk hutan lindung.

“Setelah disampaikan rencana tersebut ke Kemenhut, selanjutnya akan dibentuk tim oleh Pemerintah Pusat untuk dilakukan kajian-kajian. Kemudian akan dikeluarkan izin untuk pembangunan jalan itu,” katanya.

Ia memberi contoh bagaimana Kabupaten Aceh Singkil dan Aceh Selatan menggolkan pembukaan jalan Kuala Baru-Buluh Seuma yang melintas dalam kawasan Hutan Rawa Singkil.

“Tapi dengan adanya proses penyelesaian, walaupun melalui hutan rawa Singkil yang dilindungi dunia bisa dilakukan,” kata Bestari. Ia menambahkan, pihaknya ikut melakukan pertemuan di Jakarta dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) terkait jalan Kuala Baru-Buloh Seuma.

Sementara terkait jalan tembus Gelombang-Muara Situlen, lanjut Bestari, pihak Pemko Subulussalam dan Pemkab Aceh Tenggara belum pernah melakukan tindakan serupa meskipun telah pernah disarankan.

“Saya sudah pernah menyarankan langsung kepada Wali Kota untuk melaksanakan sebagaimana yang ditempuh oleh Aceh Singkil dan Aceh Selatan,” pungkas Bestari Raden seraya berharap hal tersebut segera ditindaklanjuti oleh Pemko Subulussalam.

Seperti diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mendukung upaya pemerintah untuk membangun ruas jalan tembus Gelombang (Kota Subulussalam) - Muara Situlen (Aceh Tenggara). Dukungan itu disampaikan Tim Pansus XI DPR Aceh, HT Syarifuddin saat menggelar pertemuan dengan pemerintah dan anggota DPR Kota Subulussalam, pekan lalu di Grand Mitra Subulussalam Hotel.(kh/usb)

Sumber : Serambinews.com

DPRA Dukung Pembukaan Jalan Subulussalam-Kutacane

Sun, May 8th 2011, 08:39

SUBULUSSALAM - Kalangan anggota DPRA mendukung upaya pemerintah untuk membangun ruas jalan tembus Gelombang (Kota Subulussalam) menuju Muara Situlen (Aceh Tenggara). Dukungan itu disampaikan Tim Pansus XI DPR Aceh, HT Syarifuddin saat menggelar pertemuan dengan pemerintah dan anggota DPRK Subulussalam, Jum’at (6/5) lalu di Grand Mitra Subulussalam Hotel.

Pertemuan yang dihadiri Asisten I Setdako Subulussalam, Rusdy Hasan, Kepala Bappeda, M Ridwan, Kabid Pembinaan dan Perlindungan hutan, Dinas Kehutanan, Ahmad Suryadin, dan Abdul Saman Sinaga, Kabag pemerintahan Setdako Subulussalam tersebut dimaksudkan untuk penyusunan Rancangan Qanun (Raqan) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Aceh (RTRWA).

Syarifuddin menyampaikan jika dalam tahun ini qanun RTRW ini tidak tuntas maka tahun 2012 Aceh terancam dikenai sanksi insfratruktur senilai Rp 3 triliun. Karena itu, dengan menyerap berbagai aspirasi masyarakat daerah diharapkan raqan RTRW tuntas sesuai rencana.

Dalam hal ini, Syarifuddin menyatakan sangat mendukung rencana pembangunan jalan tembus Subulussalam-Kutacane. Sebab, program tersebut semata untuk kepentingan masyarakat di kedua daerah yang bertetangga dan selama ini masih terisolir. Ia juga berjanji akan berjuang di legislatif guna memuluskan program pembangunan jalan itu.

Terkait masalah hutan lindung, Syarifuddin mengaku akan meninjau ke lapangan. Sebab, masalah tersebut juga terjadi pada sejumlah daerah di Indonesia seperti Yogyakarta. “Itu di Yogyakarta ada perkampungan penduduk di dalam hutan lindung tapi tidak ada masalah, jadi ke depan masyarakat Aceh jangan mau gtertipu lagi, pembangunan jalan tetap dilaksanakan dan hutan juga tetap terjaga,” ujarnya.

Sebelumnya, para anggota DPRK Subulussalam meminta DPRA memfasilitasi sejumlah persoalan pembangunan di Kota Subulussalam yang kerap terbentur dengan masalah lingkungan. Seperti yang disampaikan Karlinus, wakil Ketua DPRK.

Selain jalan Gelombang Muara Situlen, Karlinus juga jalan Runding-Trumon, serta hutan di kawasan Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan. Karlinus juga meminta DPRA turun tangan memfasilitasi masalah penetapan tapal batas antara Kota Subulussalam dengan Aceh Selatan yang hingga kini masih berlarut-larut.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Jalan Nasional di Subulussalam Terancam Amblas

Sun, May 8th 2011, 08:37


Salah satu titik badan jalan nasional Tapaktuan-Medan yang longsor beberapa waktu lalu hingga kini belum ditangani oleh pihak terkait sehingga dikuatirkan semakin parah. Foto direkam Jum'at (6/5) lalu. SERAMBI/KHALIDIN

SUBULSUSALAM - Jalan nasional yang menghubungkan Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara di Kota Subulussalam terancam amblas. Pasalnya, sedikitnya terdapat tujuh titik badan jalan yang menjadi urat nadi bagi masyarakat Aceh di pantai barat-selatan tersebut terkikis akibat longsor beberapa bulan lalu.

Berdasarkan pemantauan Serambi, Jum’at (6/5) lalu, ketujuh titik badan jalan yang mengalami pengikisan atau longsor tersebut, empat di antaranya terdapat di sepanjang Desa Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan, sejak dari turunan Kedabuhan dua hingga perkampungan penduduk.

Jika tidak segera ditangani, badan jalan yang cukup sempit itu terancam amblas dandapat menghambat lalu lintas di sana. Sayangnya, di lokasi longsor tidak dipasang tanda peringatan sehingga dikuatirkan dapat membahayakan pengguna jalan terutama yang tidak memahami medan jalan.

Longsor lainnya terdapat di sekitar simpang Jongkong hingga kawasan Simenjeren, Desa Singgersing, Kecamatan Sultan Daulat. Longsor terparah terdapat di Simpang Jongkong persis di kawasan Perkebunan PT Laot Bangko. Selanjutnya sekitar dua ratus meter menuju Tapaktuan terdapat dua titik longsor lainnya. Di lokasi tersebut, aspal jalan yang dikerjakan dua tahun silam juga telah hancur sepanjang dua puluh meter dan belum mendapat penanganan.

Kerusakan serupa juga terdapat pada turunan PT Laot Bangko dan depan SD Namo Buaya. Kondisi terparah terdapat di Desa Lae Langge, Kecamatan Sultan Daulat bahkan kerap menelan korban kecelakaan.

Para pengguna jalan meminta Dinas Pekerjaan Umum Provinsi memperhatinkan kondisi jalan tersebut sebelum menjadi masalah serius. Sebab, jika kondisi ini tidak segera diatasi, maka kemungkinanan besar jalan menuju Medan melalui Subulussalam terancam putus.

“Banyak jalan yang longsor tapi tidak ada penanganan ini sangat berbahaya. Padahal kan jalan ini satu-satunya jalur yang menghubungkan Aceh ke Medan,” kata Joko, seorang pengendara.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 05 Juli 2011

Empat Desa di Subulussalam Terancam Amblas

Sat, May 7th 2011, 08:31

SUBULUSSALAM - Sedikitnya empat desa di Kecamatan Runding, Kota Subulussalam, terancam amblas ke sungai akibat erosi yang makin mengganas. Keempat desa itu masing-masing, Lae Pemualen, Belukur Makmur, Muara Batu-Batu, dan Binanga.

“Kalau ini dibiarkan maka ada empat desa yang terancam amblas, sekarang aja sudah banyak rumah penduduk yang terpaksa direlokasi karena terancam ambruk ke sungai,” kata H Darwis Munthe, tokoh masyarakat Runding kepada Serambi, Kamis (5/5) lalu.

Darwis yang didampingi H Alimuddin Jabat mengatakan, gerusan aliran sungai (lae) Souraya yang membentang membelah Kecamatan Runding tidak hanya membahayakan rumah yang dihuni ribuan jiwa penduduk dan jalan, tapi sejumlah sarana umum seperti bangunan masjid. Bahkan, sudah belasan kuburan terpaksa dipindahkan lantaran terancam longsor.

Selain itu, banjir yang saban tahun melanda daerah ini memperparah pinggiran sungai di sehingga banyak tebing-tebing longsor karena diterjang air banjir.

Dikatakan, sebelumnya sungai Souraya tidak selebar sekarang, namun dalam bebaerapa tahun kebelakang erosi kian mengganas, sehingga mengikis belasan meter tanah perkerangan warga.

Darwis mengatakan kondisi itu tidak bisa dibiarkan karena pemukiman warga semakin terancam. Bahkan, terjangan banjir yang terus menerus membuat beberapa rumah warga terancam ambruk. “Sekarang ini saja jarak rumah warga dengan tebing sungai hanya tinggal tiga meter ini sangat rawan kalau kalau tanah penyanggah terus menerus terkikis,” timpal H Anwar Rustam, mantan anggota DPRK Subulussalam.

Lantaran itu, untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan yang lebih parah, Anwar yang kerap dipanggil H Tokeh meminta pemerintah membangun talud (beronjong) penahan banjir. Menurut Anwar, talud sepanjang 1.500 meter itu sudah diusulkan Kepala Desa terkait kepada Wali Kota Subulussalam yang kemudian diteruskan kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf serta Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBD) Agustus tahun lalu.(kh)

Sumber : Serambinews.com