Selasa, 23 November 2010

Peternakan Bakal Menjadi Penyumbang PAD

Mon, Nov 22nd 2010, 11:28

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Subulussalam Jalaluddin didampingi Anggota DPRK Subulussalam, H. Mukmin Pardosi saat meninjau lokasi pengembangan ayam petelur di Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, Sabtu (20/11).SERAMBI/KHALIDIN

SUBULUSALAM - Sektor peternakan diharapkan menjadi penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Pemerintah Kota (Pemko) Subulussalam. Hal ini menyusul terpilihnya daerah ini menjadi zona penghasil telur untuk Aceh di wilayah Pantai Barat Selatan. “Kita berharap, peternakan akan menjadi penyumbang PAD kalau bisa menjadi terbesar,” kata Jalaluddin, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan, Kota Subulussalam kepada Serambi, Sabtu (20/11) lalu

Jalaluddin yang ditemui di lokasi pengembangan ayam petelur, Desa Namo Buaya, Kecamatan Sultan Daulat, mengatakan Pemerintah Aceh tengah menyiapkan Kota Subulussalam menjadi daerah penghasil telur di wilayah Pantai Barat Aceh. Pada Tahun ini, sebanyak 7.000 ekor ayam petelur dikembangkan di Kota Subulussalam yang bersumber dari dana APBA. Jumlah ini menurut Jala belum cukup sehingga pada tahun 2011 mendatang akan diusulkan kembali penambahan paling tidak sebanyak 25 ribu ekor ayam petelur. Malah, rencana Dinas Peternakan dan Perikanan Kota Subulussalam, jumlah ayam petelur yang dikembangkan di Kota Subulussalam mencapai 125 ribu ekor sampai tahun 2014 mendatang.

Lokasi pengembangan ayam petelur tersebut, akan dipusatkan di Kecamatan Sultan Daulat pada lahan seluas tujuh hektar. Lokasi tersebut dinilai sangat potensial karena secara topografi cukup strategis. Lokasi pengembangan ayam petelur saat ini ditangani oleh dinas terkait dan direncanakan akan dikelola oleh Unit Pembantu Teknis Dinas Peternakan (UPTD) dengan jumlah karyawan sebanyak 20 orang. Ayam-ayam petelur yang mulai masuk pekan lalu diperkirakan akan mulai bertelur sebulan mendatang. Dengan demikian, pemenuhan telur ayam di Kota Subulussalam serta beberapa kabupaten di sekitarnya akan dipasok dari Kota Subulussalam.

Jalaluddin yang kerap disapa Pak Jhon itu mengatakan telah mengusulkan perumahan karyawan serta pemagaran lokasi peternakan ayam petelur. Berbagai insfratruktur lainnya yang dinilai cukup mendesak seperti jaringan listrik dan sarana jalan sekitar dua ratus meter. Saat ini, pihaknya terpaksa menggunakan genset karena belum ada jaringan listrik yang dapat dialirkan ke lokasi terkait.”Kan tidak bisa selamanya begini, kita perlu jaringan listrik, perumahan karyawan dan insfratruktur lainnya,” terang pak Jhon dan diamini H. Mukmin Pardosi, anggota DPRK asal pemilihan Kecamatan Sultan Daulat.

Lebih jauh dikatakan, program pengembangan ayam petelur di Kota Subulussalam akan mendongkrak perekonomian masyarakat setempat. Pasalnya, selain mempekerjakan karyawan dari masyarakat, keberadaan ayam petelur turut membantu para pedagang dalam mendapatkan telur yang tidak lagi ketergantungan dengan Medan, Sumatera Utara seperti yang terjadi selama ini. Kecuali itu, harga ayam petelur yang dijual lebih murah dari milik komersial dari Medan dinilai dapat membantu masyarakat karena bisa membeli dengan harga terjangkau.

Pada bagian lain, Pak Jhon menambahkan telah mengusulkan sebanyak 15 unit perahu motor untuk membantu petani pemilik keramba di Lae Tonong, Desa Jabi-Jabi, Kecamatan Sultan Daulat melalui dana APBA. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan berbagai renovasi terhadap fisik keramba sehingga diharapkan dapat segera dimanfaatkan oleh para petani terkait.”Kita terus berusaha agar keramba ikan di Lae Tonong berhasil sehingga dapat mendongkrak perekonomian masyarakat setempat,” harapnya.(kh)

Sumber : Serambinews.com

Minggu, 14 November 2010

Pabrik Tapioka dan Keramba Harus Dibenahi

Fri, Nov 12th 2010, 12:13

SUBULUSSALAM - Pemerintah Kota Subulussalam melalui dinas terkait diminta segera membenahi pabrik tepung tapioka di Desa Suka Makmur, Kecamatan Simpang Kiri dan 15 unit bangunan keramba ikan di Lae Tonong, Desa Jabi-Jabi, Kecamatan Sultan Daulat agar tidak menjadi proyek sia-sia alias mubazir. Demikian disampaikan Ketua Komisi B bidang perekonomian, DPRK Subulussalam, Netap Ginting kepada Serambi Kamis (11/11).

Menurut Netap, pabrik tapioka yang dibangun oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disperindagkop dan UKM) Subulussalam tahun 2009 lalu itu, telah menghabiskan anggaran daerah hingga miliaran rupiah, namun sejauh ini belum juga beroperasi secara maksimal. Demikian pula dengan proyek keramba ikan Dinas Peternakan dan Perikanan yang diklaim tidak berhasil lantaran ketidakcocokan bibit ikan.”Kalau ini dibiarkan begitu saja sangat sayang karena sudah miliaran uang yang dikucurkan untuk kedua proyek ini,” kata Netap.

Mengenai pabrik tepung tapioka, Netap mengaku mendukung upaya pemerintah untuk menyerahkan pengelolaan kepada swasta. Sebelum diserahkan kepada pihak ketiga, Netap meminta agar dinas terkait memastikan mesin pabrik tersebut benar-benar telah “sehat”. Netap mengatakan jangan sampai saat pabrik dioperasikan ternyata rusak sehingga tidak dapat menghasilkan. Lebih jauh dikatakan, sesuai dengan janji Wali Kota Subulussalam, Merah Sakti yang akan segera menyerahkan pengelolaan pabrik tepung tapioka kepada koperasi perkebunan Karya Utama.

Netap menilai, jika pabrik tepung tapioka telah beroperasi akan menyokong sektor lain seperti pertanian. Dikatakan, masyarakat akan termotivasi menanam ubi apabila sudah jelas pembelinya. Hal ini menurut Netap akan turut mendongkrak perekonomian masyarakat dan juga membuka lapangan pekerjaan. Karena itu, politisi PKPI ini kembali menyarankan dinas terkait agar segera melakukan Memorandum of Understanding (MoU) tentang pengelolaan pabrik tepung tapioka.”Jangan sampai pabrik ini menjadi besi tua karena tidak berfungsi,” ujar Netap.

Sementara 15 unit bangunan keramba ikan di Lae Tonong Desa Jabi-Jabi, Kecamatan Sultan Daulat, Netap meminta Dinas Peternakan dan Perikanan untuk segera mengalokasikan dana untuk membantu bibit, pakan dan keperluan petani lainnya. Proyek keramba yang menghabiskan dana hingga Rp 1,4 miliar menurut Netap bakal menjadi “rumah hantu” di perairan jika tidak segera dibenahi. Selain keramba ikan, Netap juga menyinggung proyek kolam ikan masyarakat di lima kecamatan yang dibangun dari dari dana Otsus tahun 2010. Pasalnya, hingga kini banyak kolam tersebut yang dikabarkan tidak berfungsi akibat berbagai hal.

Selain belum berfungsi, Netap juga mempertanyakan kepemilikan kolam ikan terkait apakah dikelola oleh kelompok tani, desa, pemerintah atau dikuasai oleh perorangan. Netap mewanti-wanti agar tidak sampai proyek dari uang negara hanya dikuasai oleh perorangan. “Kalau untuk kelompok tidak masalah-lah, tapi jika hanya untuk satu orang ini jelas menyimpang, makanya harus jelas siapa yang mengelolanya,” tandas Netap.(kh)

Sumber : Serambinews.com